Minggu, 06 Oktober 2013

Ketika Tidak Membantu Anak Berarti Sayang Kepadanya...

Di salah satu Workshop untuk Ortu dan Anak usia 2 - 5 tahun, kami memfasilitasi para orang tua yang kebanyakan terdiri dari para ibu untuk mendampingi anaknya menghias layang-layang. tidak hanya anak-anak,  para orang tua dengan semangat saling berlomba-lomba menyelesaikan tugasnya. 

Beberapa orang tua memilih untuk memberikan kesempatan bagi anaknya mencoba untuk menghias layang-layang sendiri. Jika terlihat anak kesulitan, mereka sesekali memberi bantuan misalnya mengguntingkan pita atau membuka atau menutup botol lem.  Di sisi lain, tak sedikit pula orang tua yang mengambil alih dan bersibuk- ria  menghias layang-layang sementara anak memperhatikannya.

Dua macam perilaku orang tua tersebut yang kemudian kami angkat sebagai topik bahasan selama workshop.  Dari hasil tanya jawab, sekelompok orang tua yang memilih untuk menghias layang-layang, menyatakan mereka ingin agar layang-layangnya tampak sempurna. Mereka berpendapat  jika anak yang menghias layang-layang, maka hasilnya tidak akan maksimal dan butuh waktu yang lebih  lama.

Sementara kelompok orang tua lainnya yang memilih untuk membiarkan anaknya yang menghias,ketika ditanya kenapa mereka melakukan hal tersebut, mereka  menyatakan bahwa mereka ingin anaknya menikmati kegiatan menghias layangan, apa pun hasilnya.

Sebagai orang tua, yang mana yang jadi pilihan anda?  Anda mengambil kendali penuh atau memberikan anak kesempatan untuk melakukan sendiri?

Kalau kita kaitkan dengan rutinitas sehari-hari, misalnya saat anak makan, manakah yang anda pilih :  menyuapi anak supaya tidak tumpah  atau memberi kesempatan kepada nya untuk makan sendiri?
Banyak orang tua yang masih senang menyuapi anaknya bahkan sampai anak usia di atas 6 tahun, mereka melakukan dengan alasan sayang anak, ingin memastikan anaknya makan dengan baik dan ingin memastikan makanan tidak tumpah, sehingga rumah tidak berantakan.

Sementara jika membiarkan anak makan sendiri, anak berlatih menggunakan sendok garpu, mendapat kesempatan untuk merasa berhasil, mengekesplorasi makanannya dengan panca inderanya. Tentu saja, membiarkan balita makan sendiri juga berarti siap dengan keadaan tak sempurna, misalnya: anak terlalu sedikit menyendok makanannya, terlalu lama makannya atau malah makanan berantakan. 


Jika ditinjau perkembangan anak Balita, secara psikologis, bahkan mulai usia 2 tahun, anak  sedang belajar menghargai dirinya sendiri.  Penghargaan dirinya ia pelajari dengan menunjukkan kemauannya untuk menjelajahi dunia sekelilingnya dan mencoba segala sesuatu.  Oleh karena itu, orang tua yang memiliki anak usia 2 tahun seringkali kewalahan dengan tingkah laku si kecil yang tak bisa diam dan seringkali harus dicegah melakukan hal-hal yang berbahaya.

Cara yang lebih mudah mengasuh anak usia ini adalah mencegahnya melakukan banyak hal dengan sering mengatakan kata ‘jangan’.  Namun, hal ini bukan cara yang bijaksana karena jika sering dilarang, maka anak usia 2 tahun akan belajar untuk menjadi ragu-ragu dan malu untuk mencoba.  Jika hal ini terus menerus dipupuk maka anak akan gagal belajar menghargai dirinya dan menjadi anak yang peragu.

Sementara anak usia 3 – 5 tahun sedang belajar berinisiatif mencapai tujuan. Ia akan senang jika diberi kesempatan untuk melakukan berbagai hal baru dan ketika ia sudah menguasai ia butuh penghargaan, namun jika ia belum berhasil ia butuh dorongan untuk terus berusaha.  Jika anak mendapat kesempatan untuk mencoba dan diberi dukungan positif, maka anak akan menjadi percaya diri dan dapat tumbuh menjadi anak mandiri.  Sebaliknya jika tidak diberi kesempatan atau bahkan dipersalahkan ketika sedang mencoba, maka anak akan kehilangan kesempatan untuk belajar percaya diri dan  tumbuh menjadi anak yang minder.

Siapakah orang tua yang tidak ingin anaknya tumbuh mandiri?  Bukankah kemandirian sangat dibutuhkan anak kita untuk meraih kesuksesan di kemudian hari? Siapakah orang tua yang tidak bangga punya anak yang sukses?

Apakah kita bisa menyiapkan anak untuk mandiri perlu  menunggu saat  mereka menginjak usia dewasa? tentu tidak, karena  anak sebenarnya perlu dibantu untuk menjadi mandiri secara alami dan bertahap. dengan demikian, ketika menginjak dewasa mereka bisa mandiri tanpa merasa tertekan.

Jadi, apakah anda masih memilih untuk menyuapi anak balita anda ?



Minggu, 01 September 2013

Main Layangan Yuk! Kebersamaan Berkualitas Orang Tua & Anak

Ketika menunggu pesanan makanan di sebuah restoran, ada pemandangan yang menarik perhatian kami...Sebuah keluarga duduk di meja dekat meja kami, ayah ibu dan 2 anaknya....sedang menunggu pesanan dan keempatnya sibuk dengan gadgetnya masing-masing....mereka bersama tapi terpisah pada dunianya sendiri-sendiri....

Pemandangan di atas adalah pemandangan yang saat ini jamak terlihat, bisa terjadi di restoran atau tempat lain atau bahkan di rumah.  Keluarga berkumpul bersama secara fisik saja, namun pikiran dan hati tidak bersama. 

Benarkah kondisi di atas sudah tidak bisa kita elakkan lagi?  Bagaimana dengan pemenuhan kebutuhan anak untuk mendapat perhatian orang tua?  Bagaimana dengan tanggung jawab orang tua untuk tahu kondisi dan perkembangan anak?  Apakah kita rela kualitas hubungan kita dengan anak terengut oleh asiknya main gadget?

Pemanfaatan gadget sebagai sarana hiburan tentunya tidak salah.  Sangat normal, banyak orang menikmati permainan games atau fitur lain dalam gadget yang dari hari ke hari semakin menarik dan sangat mudah digunakan.  Sehingga tak mengherankan jika anak usia dini 3 - 4 tahunpun sudah mahir menggunakannya.  Dari anak-anak sampai orang dewasa sudah menjadi fans berat gadget.

Pertanyaan bagi orang tua : apakah kita rela gadget mengambil kemesraan kita sebagai keluarga?  Apakah kita akan membiarkan kondisi orang tua dan anak tidak saling terhubung? 

Ada ungkapan umum yang mengatakan : Segala hal jika berlebih akan merugikan....
Penggunaan gadget jika tidak berlebihan juga banyak manfaatnya, namun jika berlebih menjadi mengkuatirkan, apalagi jika kemudian sampai membuat kita dan anak-anak menjadi seperti orang asing satu sama lain, karena tidak pernah berinteraksi secara berkualitas.

Apa yang bisa jadi penyeimbangnya ?

Jika ingin membina kebersamaan yang berkualitas, maka kita dapat memilih aktivitas yang membuat orang tua dan anak terlibat bersama.  Kebersamaan biasanya lebih mudah terbina jika aktivitas yang dilakukan sama-sama diminati dan sama-sama membuat kedua belah pihak menikmati.

Salah satu acara yang Kidsdale selenggarakan dengan orang tua dan anak adalah  mengajak anak dan ortu melakukan kegiatan bersama : yaitu membuat layang-layang.  Dengan bahan yang relatif murah dan mudah didapat : dua batang bambu, kertas minyak, benang, lem dan gunting, ortu dan anak memanfaatkan kesempatan untuk bersama, dan melakukan interaksi sebanyak-banyaknya.

Selama proses pembuatan layang-layang, ortu dihimbau untuk membantu dan mendukung anak untuk dapat membuat layang-layang. Ortu difasilitasi untuk berkomunikasi dengan penuh kasih sayang, tidak mendominasi prosesnya, namun beri kesempatan pada anak untuk mencoba secara mandiri dan ortu siap menjadi "pelatih" yang bijaksana.

Dengan berhasil menjadi mitra anak dalam bermain, anda memperoleh pintu kepercayaan anak untuk jadi mitranya dalam tumbuh kembangnya....Memperoleh pintu untuk menjadi orang tua sejati.

Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan ortu membuat layang-layang bersama anak adalah :


  Mengasah kemampuan komunikasi antara orang tua dan anak, dimulai saat merencanakan untuk bermain, membuat layang-layang dan menerbangkannya.

  Mengasah kemampuan observasinya, yaitu ketika anak mempelajari cara membuat dan menerbangkan layang-layang dari anda, atau ketika mereka belajar mengamati kekuatan dan arah angin.

  Mengasah kemampuan koordinasi motorik dan indranya, yaitu ketika anak belajar menerbangkan layang-layang dibantu oleh anda.  Untuk dapat menerbangkan layang-layang dengan baik, diperlukan koordinasi antara motorik halus di tangan, indra penglihatan dan juga motorik kasar kaki ketika perlu berlari.

  Mengasah kemampuan kerja sama, proses kerja sama antara orang yang menerbangkan layang-layang dan yang mengulur benang akan menjadi proses belajar kerja sama bagi anak dan anda.

  Mengajarkan nilai-nilai ketekunan, kegigihan, dan kesabaran melalui proses menerbangkan layang-layang.

Dari pengalaman Workshop Main Layangan Yuk  yang kami adakan tanggal 31 Agustus 2013, main layangan sangat diminati anak-anak, tidak hanya anak laki-laki tapi juga anak perempuan.  Para orang tua pun tampak antusias membantu anak-anaknya, tak terasa terjalin kerja sama yang menarik antara kedua belah pihak, bahkan ada orang tua yang asik membantu sambil menasihati anaknya....hahaha...sambil menyelam minum air!


Nah, jika anda termasuk orang tua yang perhatian pada kualitas kebersamaan keluarga, anda bisa mecoba aktivitas yang satu ini....selamat menikmati kebersamaan keluarga dan siap-siap mendapatkan banyak manfaatnya!


Senin, 19 Agustus 2013

Membangun Hubungan Berkualitas Dengan Kata Ajaib : Nak, Main Yuk!



“Anakku tak pernah peduli aku sudah datang atau belum dari kantor....kalau aku sampai rumahpun dia tak pedulikan kedatanganku...” ungkap seorang ibu.

“Anak saya takut sama saya...gara-gara ibunya selalu menggunakan saya sebagai senjata kalau anak tidak mau nurut...misalnya mereka mau mandi kalau ibunya sudah sebut nama saya...ayo mandi, kalau tidak nanti ayah pulang kantor marah lho!” ungkap seorang ayah.

Demikian ungkapan seorang ibu dan seorang ayah kepada kami pada sebuah workshop orang tua di Jakarta Selatan.  Curhat orang tua yang mengungkapkan permasalah hubungan mereka dengan sang anak, anak tidak peduli, tidak mau mendengar kata orang tua atau bahkan anak takut pada orang tuanya.

Terkait dengan kedekatan hubungan orang tua dengan anaknya, beberapa penelitian menunjukkan faktor waktu merupakan salah satu yang berpengaruh.  Kurangnya waktu yang digunakan oleh orang tua untuk anaknya dianggap menjadi penyebab renggangnya hubungan mereka.  Orang tua yang kedua-duanya bekerja dianggap yang paling jadi penyebab utama kurangnya waktu orang tua dengan anaknya.

Di sisi lain,  penelitian menunjukkan ibu yang  tidak ikut bekerja di luar rumah bisa saja tidak menggunakan waktunya untuk memberi perhatian pada sang anak. Sedangkan, jika kedua orang tua bekerja di luar rumah, mereka berusaha menggunakan keterbatasan waktunya untuk fokus memberi perhatian pada anaknya.  Dengan demikian, yang menjadi faktor penentu kualitas hubungan orang tua dan anak adalah kualitas pemanfaatan waktu yang ada untuk fokus memberi perhatian pada anak.

Hal lain yang mempengaruhi adalah kondisi mental orang tua.  Sebagai contoh, stress orang tua.  Stress pekerjaan yang dibawa ke rumah, ikut mempengaruhi pola interaksi antara orang tua dan anak.  Hal inilah yang menyebabkan kualitas hubungan yang buruk.  Orang tua yang lelah bekerja, dapat menciptakan kondisi tidak nyaman ketika berinteraksi, misalnya menggunakan intonasi tinggi seperti sedang marah.  Hal tersebut menyebabkan anak kemudian memilih untuk tidak mendengarkan atau menghindari orang tuanya.

Apakah yang dapat membangun kebersamaan berkualitas sekaligus mengurangi dampak stress pekerjaan?  Bagaimana kalau bermain? Ya ! Bermain bersama anak!.
Kenapa bermaian ? Pertama, pada umumnya, bermain merupakan aktivitas yang disenangi baik oleh orang dewasa maupun anak-anak.  Kedua, dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan, stress dapat berkurang.  Ketiga, bagi anak-anak bermain adalah cara mereka belajar dan mengembangkan kemampuan fisik, motorik dan sosioemosional mereka. Keempat, dengan bermain bersama, anak merasa lebih diperhatikan, hal ini tentunya membantu anak untuk mengetahui bahwa mereka berharga dan bahwa orang tua mereka peduli pada anak-anaknya. Kelima orang tua dapat mengajarkan nilai-nilai kehidupan melalui bermain misalnya ketika bermain balok bersama, orang tua dapat mengajarkan nilai-nilai ketekunan dan kegigihan.

Nah, manfaat-manfaat ini berlipat ganda ketika bermain dilakukan bersama antara orang tua dan anak.  Dengan bermain bersama orang tuanya, sang anak merasa lebih diperhatikan.  Penelitian menunjukkan, bermain bersama anak meningkatkan kualitas komunikasi antara orang tua dan anaknya.  

Hal tersebut akan membangun kualitas hubungan orang tua dan anak.  Ketika sama-sama menikmati permainan, kualitas komunikasi terbangun.  Hal ini juga akan mendorong semakin baiknya kualitas hubungan orang tua.

Jadi, ayo bermain bersama anak, demi kualitas hubungan yang lebih baik!  Sering-sering katakan kata ajaib : Nak, main yuk!






Disarikan dari Workshop Orang Tua dan Anak : Main Yuk!!! (17 Juli 2013)



Minggu, 28 Juli 2013

Yuk Ayah Bunda, Bantu Anak Untuk Sukses Beradaptasi di Sekolah !

Sharing kunjungan KidsDale ke Rubel School di Jakarta Barat.

Pada hari Sabtu, 27 Juli 2013, KidsDale berkesempatan mengunjungi Rubel School sebuah sekolah play group dan TK di Jakarta Barat.  Kami diundang untuk memberikan materi dengan judul Peran Orang Tua dalam Keberhasilan Anak di Sekolah.  Materi ini dipilih untuk membantu beberapa permasalah khas yang timbul ketika anak usia dini memasuki dunia sekolah.  

Tidak semua anak merasa nyaman masuk ke dunia sekolah.  Anak yang menangis dan menolak untuk berpisah dengan ayah atau bundanya di hari pertama sekolah, merupakan hal yan biasa terjadi hampir di semua TK.  Mungkin ayah dan bunda juga mengalami hal yang sama ketika putra/putri anda masuk TK untuk pertama kalinya.  Jika jawabannya ya, semoga minggu ini mereka sudah lebih bisa beradaptasi ya, mengingat saat ini kita sudah akan masuk minggu ketiga masa sekolah anak.

Ya ayah & bunda, anak-anak butuh bantuan untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya yaitu TK tempat ia bersekolah.  Apakah semua anak bermasalah di hari pertamanya?  Jawabannya tidak, dan biasanya ini berlaku untuk anak-anak yang sebelumnya sudah punya banyak pengalaman berinteraksi dengan anak-anak dan orang dewasa, yang sudah pernah ikut play group atau yang sudah merasa tidak asing lagi dengan kegiatan di sekolah atau tidak asing lagi dengan lingkungan sekolah.   Dalam dialok dengan para orang tua di Rubel School hal ini pun menjadi pembahasan yang menarik, karena mereka pun punya pengalaman yang kurang lebih sama, anak mereka akan lebih siap sekolah jika sebelumnya tidak merasa asing dengan pengalaman barunya, pengalaman bersekolah.

Lalu apa yang bisa ayah & bunda lakukan untuk membantu anak siap?  Ada beberapa tips, diantaranya adalah :
  1.  Kenalkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sekolah pada anak, agar anak tidak merasa asing.  Misalnya : bermain, bernyanyi, membaca buku, kegiatan art & craft.
  2. Biasakan anak untuk melakukan kegiatan sehari-hari dengan teratur. Misalnya dengan menerapkan disiplin waktu mandi, makan, menonton TV dan sebagainya.  Hal ini akan mempermudah anak untuk mengikuti kegiatan terjadwal ketika di TK.
  3. Ajak anak untuk melihat dunia luar selain rumah, beri kesempatan untuk bermain dan berinteraksi dengan anak lain.  Ketika ayah & bunda bertemu dengan rekan atau keluarga lain, ajarkan pada anak respek dan sopan santun, misalnya dengan memberi salam
  4. Kenalkan anak dengan lingkungan sekolah, kelas, guru-guru dan staff, bisa dilakukan minimal seminggu sebelum waktu sekolah.
  5. Tumbuhkan minat anak untuk bersekolah dengan membicarakan hal-hal menarik yang akan ia alami saat bersekolah.
Untuk membantu ayah & bunda di Rubel School menerapkan tips pertama, kami juga mengajarkan beberapa lagu lengkap dengan gerakannya, cara menggunakan beberapa hal yang ada di rumah untuk membantu anak belajar, seperti sikat gigi untuk mengajar warna, brosur untuk mengajarkan macam-macam buah, cara membaca buku yang interaktif dan beberapa hal lainnya.  Rupanya dari keempat tips di atas, tips inilah yang jarang atau bahkan tidak pernah dilakukan oleh para orang tua.  Kami berharap setelah pertemuan sabtu kemarin, ayah + bunda di Rubel School bisa lebih sering melakukannya.  Bagaimana dengan ayah + bunda ?  Apakah sudah bermain, bernyanyi, membaca buku dan berkegiatan bersama anak?  Seberapa seringkah?  Semoga jawabannya sudah dan sering, karena kalau itu jawabnya maka ayah & bunda adalah partner yang baik bagi kesuksesan anak di sekolah.  

Ada banyak alasan untuk tidak melakukannya.  Bisa karena tidak ada waktu, tidak biasa, atau tidak bisa.  Pilihan kami kembalikan ke ayah dan bunda.  Kami sampaikan beberapa manfaat lainnya jika ayah & bunda mau berusaha melakukannya, yaitu :
  1.  Menguatkan hubungan orang tua dengan anak.  Ketika ayah & bunda bermain bersama anak, maka anak akan melihat ayah & bunda mereka sebagai teman.  Hal ini mencegah terciptanya gap/jarak yang tercipta karena kesibukan rutinitas pekerjaan / kegiatan sehari-hari.  Membaca bersama anak memberi kesempatan untuk berdialok dengan anak, anak dan orang tua dapat bergantian bertanya dan anak dapat belajar untuk mendengarkan.  Sering terjadi dari kegiatan membaca bersama orang tua dapat memahami permasalahan yang dihadapi oleh anak, karena anak jadi lebih terbuka untuk menceritakan pengalamannya.
  2. Mengasah kecerdasan dan kreatifitas anak.  Bermain, bernyanyi dan membaca buku adalah rangsangan yang sesuai dengan kebutuhan anak usia dini.  Kegiatan-kegiatan tersebut akan mengasah kecerdasan dan kreatifitas mereka.  Apa yang dibentuk pada usia dini akan mempengaruhi keberhasilannya di kemudian hari.
  3. Mengatasi permasalahan perilaku anak.  Misalnya : ayah + bunda dapat bermain sekolah-sekolahan dengan anak untuk mengatasi keengganan anak bersekolah, ayah + bunda dapat membacakan buku tentang makan itu sehat untuk mengatasi masalah makan anak, atau bernyanyi bersama dengan anak untuk mengajak anak yang malas sikat gigi.
  4. Membantu mengatasi stress.  Ayah & bunda bisa merasakan sendiri dampaknya, bahwa bermain dan bernyanyi atau melakukan kegiatan bersama anak dapat membantu mengatasi stress dan membuat ayah & bunda lebih bahagia.
Saat ini kita dipermudah oleh teknologi untuk mendapat informasi yang kita butuhkan.  Jika ayah & bunda mengalami masalah untuk mendapatkan cara bermain/bernyanyi/berkegiatan dengan anak, ayah & bunda dapat mencari informasinya di internet.  Banyak website yang bisa ayah & bunda kunjungi untuk mendapat informasi permainan, lagu atau kegiatan untuk anak, salah satunya adalah ayomenyanyi.com untuk kumpulan lagu-lagu indonesia.  Ayah & bunda juga dapat meminta informasi dan belajar dari guru-guru TK tempat anak anda belajar.

Demikian ayah & bunda, semoga semakin semangat mendukung keberhasilan anak di sekolah.  Tugas itu  tidak berhenti ketika mengantar anak pertama kali ke sekolah tapi juga terus berlangsung selama anak bersekolah.  Untuk semakin menyemangati ayah & bunda, tulisan ini akan kami tutup dengan kutipan pendapat salah satu orang terkenal yang peduli pendidikan anak.  Silahkan disimak kutipan dari pidato presiden Amerika Barack Obama  :   To parents, we can’t tell our kids to do well in school and then fail to support them when they get home.  You can’t just contract out parenting.  For our kids to excel, we have to accept our responsibility to help them learn.”



Rabu, 15 Mei 2013

Mengisi Liburan Sekolah Dengan Aktivitas Menarik dan Bermanfaat

Hai smart mom & dad! Menjelang liburan sekolah, yuk ajak si buah hati mengikuti kegiatan liburan yang menyenangkan.
Di liburan kali ini, KidsDale punya program baru lho, "Program BEE" untuk menumbuhkan dan mengasah tanggung jawab pada si buah hati.
Program BEE akan dilaksanakan pada tanggal:

  • 22 Juni 2013 untuk buah hati usia 4-6 tahun
  • 29 Juni 2013 untuk buah hati usia 7-9 tahun
Smart mom & dad, jangan sampai ketinggalan ya untuk mendaftarkan si buah hati. Ada harga spesial lho jika segera mendaftar, info lebih lanjut hubungi kami :  Melly - 085215617835 dan Lisa - 081513485480.

Sabtu, 11 Mei 2013

Tontonan anak: Terserah Pembantu?


Oleh Gita Nur Patria dan Helmi Arman*

Orang tua dan guru harus pro-aktif menjaga agar anak tidak menonton 
film-film yang belum sesuai untuk usianya.


Beberapa waktu lalu, saya sempat dikejutkan oleh teguran dari guru anak saya. Ia mengeluhkan ‘ketertinggalan’ anak saya dibandingkan anak-anak lain dalam hal tontonannya di rumah.

Saya memang selalu menjaga agar si kecil selalu menonton sesuatu yang diperuntukkan untuk anak seusianya. Pada saat berumur 5 tahun, ia masih sangat menyukai kartun Thomas and Friends. Jadi saya cukup terkejut ketika guru kelasnya menyarankan agar ia disuguhi film-film semi dewasa seperti Transformers, Spiderman the Movie, dan lain-lain. Alasannya agar si anak lebih mengerti apa yang dibicarakan oleh teman-temannya dan tidak merasa disisihkan dalam pergaulan.

Saran dari gurunya tersebut lantas menimbulkan pertanyaan dalam pikiran saya. Apakah sesuatu yang salah bisa dibenarkan hanya karena semua orang melakukannya? Dimana tanggung jawab kita sebagai orang tua dan guru dalam menjaga anak dari pikiran-pikiran serta keinginan negatif yang pasti akan timbul akibat menonton hal-hal yang belum sepatutnya?

Perlu diketahui bahwa hampir semua film dari barat itu diberi peringkat oleh lembaga yang disebut MPAA (Motion Picture Association of America). Film-film seperti Iron man, Transformers, Spiderman itu diberikan peringkat PG-13. Artinya film tersebut bisa mengandung elemen-elemen kekerasan, adegan-adegan dewasa dan bugil, serta kata-kata kasar yang tidak pantas dipertontonkan kepada anak di bawah usia 13 tahun.

Banyak orang tua Indonesia tidak memperhatikan atau tidak peduli akan arti pentingnya pemeringkatan ini. Bahkan tak jarang di bioskop kita melihat anak-anak kecil diajak orang tuanya menonton film yang jelas-jelas berperingkat R (Restricted), yang selain mengandung kekerasan tingkat tinggi, juga memperlihatkan adegan-adegan telanjang berorientasi seksual, bahkan juga penyalahgunaan narkotika!

Saya pernah berbicara dengan anak berumur 5 tahun yang mengatakan bahwa ia sudah memiliki “pacar” yang “seksi banget”. Ketika saya tanyakan arti dari kedua istilah tersebut, anak itu dengan percaya diri menjelaskan bahwa pacar itu untuk di-“cium-cium” dan seksi itu adalah buah dada yang besar. Ini bukanlah hal yang lucu, melainkan suatu gejala yang mengerikan!

Banyak anak di negeri ini menonton film berjam-jam dalam sehari tanpa didampingi oleh orang tua mereka. Padahal pengaruh TV dan film terhadap perkembangan anak sangat besar, apalagi pada anak berusia dini yang kemampuan kognitifnya masih terbatas. Seorang anak kecil akan mempercayai apa yang ia lihat di TV sebagai suatu hal yang nyata: Apa yang di-iklankan harus dibeli, dan nilai-nilai serta perilaku yang dipertontonkan boleh ditiru… termasuk kekerasan dan seks.

Penelitian menunjukkan bahwa anak kecil yang terlalu banyak disuguhi film action bisa tumbuh menjadi anak agresif yang merasa bahwa kekerasan adalah satu-satunya jalan keluar dari masalah. Sementara itu anak-anak yang sudah disuguhi film dewasa ketika masih kecil cenderung akan lebih dini melakukan kegiatan seksual dibandingkan dengan anak yang hanya menonton kartun.

Oleh karena itu kebijakan orang tua dalam mengawasi dan memilih tontonan anak merupakan salah satu faktor nyata yang akan membentuk karakter serta perilaku si anak. Apakah belum cukup banyak berita di negeri ini mengenai anak kecil yang sudah berani mengambil nyawa manusia lain? Atau berita akan banyaknya remaja yang harus putus sekolah karena hamil atau menghamili anak lain?

Kita sebagai orang tua memiliki tanggung jawab besar agar anak didik kita tidak berperilaku dewasa sebelum waktunya. Orang tua harus pro-aktif mengawasi dan mengatur kadar konsumsi media TV anaknya. Ini tidak boleh diserahkan pada pembantu saja!

Pertama, perhatikan rating film yang ditonton si anak: apakah G, PG, PG-13 atau R? Film berjudul tokoh komik bukan berarti boleh ditonton semua anak. Kedua, jangan menghadiahi TV atau komputer di dalam kamar anak. Porsi waktu ideal menonton TV atau film itu hanya 1-2 jam per-hari; aturan ini lebih mudah diterapkan bila TV berada di luar kamar. Ketiga, orang tua hendaknya membuka komunikasi dan diskusi dengan anak mengenai film apa yang boleh ditonton. Si anak perlu tahu mengapa mereka dilarang menonton film atau acara TV tertentu. Bantulah ia memahami bahwa pada acara tersebut terdapat materi-materi yang tidak sesuai dengan usianya.

Sebelum anak saya meminta-minta diberikan tontonan dewasa karena teman-temannya, saya berusaha meyakinkan gurunya bahwa hal terbaik yang patut ia lakukan adalah membangkitkan rasa percaya diri pada murid-muridnya:  Bahwa setiap anak berumur 5 tahun yang masih menyukai Thomas and Friends tidak perlu merasa kecil hati menghadapi teman-temannya yang mungkin sudah ahli menonton film-film kekerasan dan adegan sensual.

Saya juga menyarankan Ibu guru agar bisa mengalihkan perhatian anak-anak kepada kegiatan-kegiatan positif yang melibatkan mereka bermain bersama, sehingga si anak penyuka Thomas tidak merasa disisihkan. Alhamdulillah, setelah cukup lama berdiskusi akhirnya kami pun sepakat akan membantu anak saya “diterima” oleh teman-temannya di sekolah tanpa harus melanggar aturan dari orang tuanya. Mudah-mudahan tetap demikian ke depannya.


*Penulis merupakan pasangan orang tua yang prihatin

Selasa, 31 Juli 2012

Bermain Meningkatkan Berbagai Perkembangan

Hai Bunda

Sudah beberapa minggu ini kegiatan di sekolah kembali beraktivitas. Smoga tahun ajaran ini lebih baik dari kemarin.
Beberapa kegiatan yang KidsDale lakukan selama liburan sekolah kemarin, salah satunya adalah bermain dan memasak bersama. Art and Craft bekerjasama dengan LingoWorld Sunter.

Foto-foto kegiatan kami lampirkan disini ...
kita melalukan gunting-tempel-berkreasi dengan berbagai kancing, pita, dll

membeli persiapan untuk memasak, makan dan minum

siapa bilang anak laki-laki tidka bisa memotong bawang dan memasak??

spagetti pun siap kami hidangkan untuk makan siang sebelum akhirnya kami nonton Brave :)
Kegiatan ini melatih motorik (kasar dan halus) serta kognitif anak-anak dalam beraktivitas.
Jangan ketinggalan kegiatan yang lebih menarik lagi..
Nantikan info kami berikutnya