Beberapa orang tua memilih untuk memberikan kesempatan bagi anaknya mencoba untuk menghias layang-layang sendiri. Jika terlihat anak kesulitan, mereka sesekali memberi bantuan misalnya mengguntingkan pita atau membuka atau menutup botol lem. Di sisi lain, tak sedikit pula orang tua yang mengambil alih dan bersibuk- ria menghias layang-layang sementara anak memperhatikannya.
Dua macam perilaku orang tua
tersebut yang kemudian kami angkat sebagai topik bahasan selama workshop. Dari hasil tanya jawab, sekelompok orang tua yang memilih
untuk menghias layang-layang, menyatakan mereka ingin agar layang-layangnya tampak
sempurna. Mereka berpendapat jika anak yang menghias layang-layang, maka hasilnya tidak akan maksimal
dan butuh waktu yang lebih lama.
Sementara kelompok orang tua lainnya yang memilih untuk membiarkan anaknya yang menghias,ketika ditanya kenapa mereka melakukan hal tersebut, mereka menyatakan bahwa mereka ingin anaknya menikmati kegiatan menghias layangan, apa pun hasilnya.
Sementara kelompok orang tua lainnya yang memilih untuk membiarkan anaknya yang menghias,ketika ditanya kenapa mereka melakukan hal tersebut, mereka menyatakan bahwa mereka ingin anaknya menikmati kegiatan menghias layangan, apa pun hasilnya.
Sebagai orang tua, yang mana yang
jadi pilihan anda? Anda mengambil kendali penuh atau memberikan anak kesempatan untuk melakukan sendiri?
Kalau kita kaitkan dengan
rutinitas sehari-hari, misalnya saat anak makan, manakah yang anda pilih : menyuapi anak supaya tidak tumpah atau memberi kesempatan kepada nya untuk makan
sendiri?
Banyak orang tua yang masih
senang menyuapi anaknya bahkan sampai anak usia di atas 6 tahun, mereka
melakukan dengan alasan sayang anak, ingin memastikan anaknya makan dengan baik
dan ingin memastikan makanan tidak tumpah, sehingga rumah tidak berantakan.
Sementara jika membiarkan anak
makan sendiri, anak berlatih menggunakan sendok garpu, mendapat kesempatan untuk merasa berhasil, mengekesplorasi makanannya dengan panca inderanya. Tentu saja, membiarkan balita makan sendiri juga berarti siap dengan keadaan tak sempurna,
misalnya: anak terlalu sedikit menyendok makanannya, terlalu lama makannya atau malah
makanan berantakan.
Cara yang lebih mudah mengasuh anak usia ini adalah mencegahnya melakukan banyak hal dengan sering mengatakan kata ‘jangan’. Namun, hal ini bukan cara yang bijaksana karena jika sering dilarang, maka anak usia 2 tahun akan belajar untuk menjadi ragu-ragu dan malu untuk mencoba. Jika hal ini terus menerus dipupuk maka anak akan gagal belajar menghargai dirinya dan menjadi anak yang peragu.
Sementara anak usia 3 – 5 tahun sedang belajar berinisiatif mencapai tujuan. Ia akan senang jika diberi kesempatan untuk melakukan berbagai hal baru dan ketika ia sudah menguasai ia butuh penghargaan, namun jika ia belum berhasil ia butuh dorongan untuk terus berusaha. Jika anak mendapat kesempatan untuk mencoba dan diberi dukungan positif, maka anak akan menjadi percaya diri dan dapat tumbuh menjadi anak mandiri. Sebaliknya jika tidak diberi kesempatan atau bahkan dipersalahkan ketika sedang mencoba, maka anak akan kehilangan kesempatan untuk belajar percaya diri dan tumbuh menjadi anak yang minder.
Siapakah orang tua yang tidak ingin anaknya
tumbuh mandiri? Bukankah kemandirian
sangat dibutuhkan anak kita untuk meraih kesuksesan di kemudian hari? Siapakah
orang tua yang tidak bangga punya anak yang sukses?
Apakah kita bisa menyiapkan anak untuk mandiri perlu menunggu saat mereka menginjak usia dewasa? tentu tidak, karena anak sebenarnya perlu dibantu untuk menjadi mandiri secara alami dan bertahap. dengan demikian, ketika menginjak dewasa mereka bisa mandiri tanpa merasa tertekan.
Jadi, apakah anda masih memilih untuk menyuapi
anak balita anda ?